Sejarah Kesehatan Masyarakat
(Notoatmodjo, 2003)
Berbicara kesehatan masyarakat tidak
terlepas dari dua tokoh metologi Yunani yaitu Asclepius dan Higeia.
Berdasarkan cerita Mitos Yunani tersebut Asclepius disebutkan sebagai seorang
dokter pertama yang tampan dan pandai meskipun tidak disebutkan sekolah atau
pendidikan apa yang telah ditempuhnya, tetapi diceritakan bahwa ia telah dapat
mengobati penyakit dan bahkan melakukan bedah berdasarkan prosedur-prosedur
tertentu dengan baik.
Hegeia, seorang asistenya yang juga
istrinya juga telah melakukan upaya kesehatan. Bedanya antara Asclepius dengan
Higeia dalam pendekatan/penanganan masalah kesehatan adalah ;
a. Asclepius
melakukan pendekatan (pengobatan penyakit), setelah penyakit tersebut terjadi
pada seseorang.
b. Higeia
mengajarkan kepada pengikutnya dalam pendekatan masalah kesehatan melalui
“hidup seimbang”, seperti mengindari makanan/minuman yang beracun, makan
makanan yang bergizi (baik) cukup istirahat dan melakukan olahraga. Apabila
orang sudah jatuh sakit Higeia lebih menganjurkan melakukan upaya-upaya secara
alamiah untuk menyembuhkan penyakitnya tersebut, anatara lain lebih baik dengan
memperkuat tubuhnya dengan makanan yang baik, daripada dengan
pengobatan/pembedahan.
Dari cerita
dua tokoh di atas, berkembanglah 2 aliran/pendekatan dalam menangani masalah
kesehatan. Kelompok pertama cenderung menunggu terjadinya penyakit (setelah
sakit), yang selanjutnya disebut pendekatan kuratif/pengobatan. Kelompok ini
pada umumnya terdiri terdiri dari dokter, dokter gigi, psikiater dan
praktisi-praktisi lain yang melakukan pengobatan fisik, mental maupun sosial.
Sedangkan kelompok kedua, seperti halnya pendekatan Higeia, cenderung melakukan
upaya-upaya pencegahan penyakit dan meningkatkan kesehatan (promosi) sebelum
terjadi penyakit. Ke dalam kelompok ini termasuk para petugas kesehatan
masyarakat lulusan-lulusan sekolah/institusi kesehatan masyarakat dari berbagai
jenjang.
Dalam
perkembangan selanjutnya, seolah-olah terjadi dikotomi antara kelompok kedua
profesi, yaitu pelayanan kesehatan kuratif (curative health care), dan
pelayanan pencegahan/preventif (preventive health care). Kedua kelompok
ini dapat dilihat perbedaan pendekatan :
a. Pendekatan
kuratif :
1) Dilakukan
terhadap sasaran secara individual.
2) Cenderung
bersifat reaktif (menunggu masalah datang, misal dokter menunggu pasien
datang di Puskesmas/tempat praktek).
3) Melihat dan
menangani klien/pasien lebih kepada sistem biologis manusia/pasien hanya
dilihat secara parsial (padahal manusia terdiri dari bio-psiko-sosial yang
terlihat antara aspek satu dengan lainnya.
b. Pendekatan preventif,
1) Sasaran/pasien adalah masyarakat
(bukan perorangan).
2) Menggunakan pendekatan proaktif,
artinya tidak menunggu masalah datang, tetapi mencari masalah. Petugas turun
di lapangan/masyarakat mencari dan mengidentifikasi masalah dan melakukan
tindakan.
3) Melihat
klien sebagai makhluk yang utuh, dengan pendekatan holistik. Terjadiya
penyakit tidak semata karena terganggunya sistem biologis tapi aspek bio-psiko-sosial.
2. Pengertian Kesehatan Masyarakat
(Notoatmodjo, 2003)
Menurut Winslow (1920) bahwa Kesehatan Masyarakat (Public
Health) adalah Ilmu dan Seni : mencegah penyakit, memperpanjang hidup,
dan meningkatkan kesehatan, melalui “Usaha-usaha Pengorganisasian masyarakat “
untuk :
- Perbaikan
sanitasi lingkungan
- Pemberantasan
penyakit-penyakit menular
- Pendidikan
untuk kebersihan perorangan
- Pengorganisasian
pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini dan
pengobatan.
- Pengembangan
rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan hidup
yang layak dalam memelihara kesehatannya.
Menurut Ikatan Dokter Amerika (1948)
Kesehatan Masyarakat adalah ilmu dan seni memelihara, melindungi dan
meningkatkan kesehatan masyarakat melalui usaha-usaha pengorganisasian
masyarakat.
Dari batasan kedua di atas, dapat disimpulkan bahwa
kesehatan masyarakat itu meluas dari hanya berurusan sanitasi, teknik sanitasi,
ilmu kedokteran kuratif, ilmu kedokteran pencegahan sampai dengan ilmu sosial,
dan itulah cakupan ilmu kesehatan masyarakat.
3. Ruang Lingkup Kesehatan
Masyarakat (Notoatmodjo, 2003)
Disiplin ilmu yang mendasari ilmu kesehatan masyarakat
antara lain, mencakup :
a. Ilmu biologi
b. Ilmu kedokteran
c. Ilmu kimia
d. Fisika
e. Ilmu Lingkungan
f. Sosiologi
g. Antropologi
(ilmu yang mempelajari budaya pada masyarakat)
h. Psikologi
i. Ilmu pendidikan
Oleh karena itu ilmu kesehatan masyarakat merupakan ilmu
yang multidisiplin.
Secara garis besar, disiplin ilmu yang menopang ilmu
kesehatan masyarakat, atau sering disebut sebagai pilar utama Ilmu Kesehatan
Masyarakat ini antara lain sbb :
1. Epidemiologi.
2. Biostatistik/Statistik Kesehatan.
3. Kesehatan Lingkungan.
4. Pendidikan
Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
5. Administrasi Kesehatan
Masyarakat.
6. Gizi Masyarakat.
7. Kesehatan Kerja.
4. Upaya-upaya Kesehatan Masyarakat
(Notoatmodjo, 2003)
Masalah Kesehatan Masyarakat adalah multikausal,
maka pemecahanya harus secara multidisiplin. Oleh karena
itu, kesehatan masyarakat sebagai seni atau prakteknya mempunyai bentangan yang
luas. Semua kegiatan baik langsung maupun tidak untuk mencegah penyakit (preventif),
meningkatkan kesehatan (promotif), terapi (terapi fisik, mental, dan
sosial) atau kuratif, maupun pemulihan (rehabilitatif) kesehatan
(fisik, mental, sosial) adalah upaya kesehatan masyarakat.
Secara garis
besar, upaya-upaya yang dapat dikategorikan sebagai seni atau penerapan ilmu
kesehatan masyarakat antara lain sebagai berikut :
a.
Pemberantasan penyakit, baik menular maupun tidak menular.
b. Perbaikan sanitasi lingkungan
c. Perbaikan lingkungan pemukiman
d. Pemberantasan Vektor
e. Pendidikan (penyuluhan) kesehatan
masyarakat
f. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
g. Pembinaan gizi masyarakat
h. Pengawasan Sanitasi Tempat-Tempat
Umum
i. Pengawasan Obat dan Minuman
j. Pembinaan Peran Serta Masyarakat
5. Perkembangan Kesehatan Masyarakat
di Indonesia (Notoatmodjo, 2003)
Abad Ke-16
|
Pemerintahan Belanda mengadakan upaya pemberantasan cacar
dan kolera yang sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu. Sehingga berawal
dari wabah kolera tersebut maka pemerintah Belanda pada waktu itu melakukan
upaya-upaya kesehatan masyarakat.
|
Tahun 1807
|
Pemerintahan Jendral Daendels, telah dilakukan pelatihan
dukun bayi dalam praktek persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka upaya
penurunan angka kematian bayi pada waktu itu, tetapi tidak berlangsung lama,
karena langkanya tenaga pelatih.
|
Tahun 1888
|
Berdiri pusat laboratorium kedokteran di Bandung, yang
kemudian berkembang pada tahun-tahun berikutnya di Medan, Semarang, surabaya,
dan Yogyakarta. Laboratorium ini menunjang pemberantasan penyakit
seperti malaria, lepra, cacar, gizi dan sanitasi.
|
Tahun 1925
|
Hydrich, seorang petugas kesehatan
pemerintah Belanda mengembangkan daerah percontohan dengan melakukan
propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan di Purwokerto, Banyumas, karena
tingginya angka kematian dan kesakitan.
|
Tahun 1927
|
STOVIA (sekolah untuk pendidikan dokter pribumi) berubah
menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya UI tahun 1947
berubah menjadi FKUI. Sekolah dokter tersebut punya andil besar dalam
menghasilkan tenaga-tenaga (dokter-dokter) yang mengembangkan kesehatan
masyarakat Indonesia
|
Tahun 1930
|
Pendaftaran dukun bayi sebagai
penolong dan perawatan persalinan
|
Tahun 1935
|
Dilakukan program pemberantasan
pes, karena terjadi epidemi, dengan penyemprotan DDT dan vaksinasi massal.
|
Tahun 1951
|
Diperkenalkannya konsep Bandung
(Bandung Plan) oleh Dr.Y. Leimena dan dr Patah (yang kemudian dikenal
dengan Patah-Leimena), yang intinya bahwa dalam pelayanan kesehatan
masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan. konsep ini
kemudian diadopsi oleh WHO. Diyakini bahwa gagasan inilah yang kemudian
dirumuskan sebagai konsep pengembangan sistem pelayanan kesehatan tingkat
primer dengan membentuk unit-unit organisasi fungsional dari Dinas Kesehatan
Kabupaten di tiap kecamatan yang mulai dikembangkan sejak tahun 1969/1970 dan
kemudian disebut Puskesmas.
|
Tahun 1952
|
Pelatihan intensif dukun bayi
dilaksanakan
|
Tahun 1956
|
Dr.Y.Sulianti mendirikan “Proyek
Bekasi” sebagai proyek percontohan/model pelayanan bagi pengembangan
kesehatan masyarakat dan pusat pelatihan, sebuah model keterpaduan antara
pelayanan kesehatan pedesaan dan pelayanan medis.
|
Tahun 1967
|
Seminar membahas dan merumuskan
program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan masyarakat Indonesia.
Kesimpulan seminar ini adalah disepakatinya sistem Puskesmas yang terdiri
dari Puskesmas tipe A, tipe B, dan C.
|
Tahun 1968
|
Rapat Kerja Kesehatan Nasional, dicetuskan bahwa Puskesmas
adalah merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu, yang kemudian
dikembangkan oleh pemerintah (Depkes) menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas). Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan
kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu,
menyeluruh dan mudah dijangkau, dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian
kecamatan di kotamadya/kabupaten.
|
Tahun 1969
|
Sistem Puskesmas disepakati 2 saja, yaitu tipe A
(dikepalai dokter) dan tipe B (dikelola paramedis). Pada tahun 1969-1974 yang
dikenal dengan masa Pelita 1, dimulai program kesehatan Puskesmas di sejumlah
kecamatan dari sejumlah Kabupaten di tiap Propinsi.
|
Tahun 1979
|
Tidak dibedakan antara Puskesmas A atau B, hanya ada satu
tipe Puskesmas saja, yang dikepalai seorang dokter dengan stratifikasi
puskesmas ada 3 (sangat baik, rata-rata dan standard). Selanjutnya Puskesmas
dilengkapi dengan piranti manajerial yang lain, yaitu Micro Planning untuk
perencanaan, dan Lokakarya Mini (LokMin) untuk pengorganisasian kegiatan dan
pengembangan kerjasama tim.
|
Tahun 1984
|
Dikembangkan program paket terpadu kesehatan dan keluarga
berencana di Puskesmas (KIA, KB, Gizi, Penaggulangan Diare, Immunisasi)
|
awal tahun 1990-an
|
Puskesmas menjelma menjadi kesatuan organisasi kesehatan
fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga
memberdayakan peran serta masyarakat, selain memberikan pelayanan secara
menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk
kegiatan pokok.
|
Kepustakaan
Notoatmodjo, Soekidjo.2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat
; Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta : Rineka Cipta.
Depkes, 2005. Dr. J. Leimena, Peletak Konsep Dasar Pelayanan
Kesehatan Primer (Puskesmas),http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=1099&Itemid=2 diakses
tanggal 5 Agustus 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar